Senin, 28 Juni 2010

Bukalah Mata Untuk Problema Pendidikan!!!

Afifah Nur Sholeha
Mahasiswi S1 FKIP Fisika
Unlam

Pendidikan mutlak diberikan kepada setiap individu. Seperti beberapa hadits Rasulullah saw. “Menuntut ilmu wajib atas tiap-tiap kaum muslimin”, hadits lainnya “Tuntutlah ilmu sampai ke liang lahat” serta “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Akan tetapi kewajiban menuntut ilmu bukan hanya berlaku bagi kaum muslimin, melainkan bagi seluruh umat.
Begitu sempurna hukum alam di dunia ini masalah sekecil apapun ada sandaran atau dasar hukumnya, sehingga alam ini bergerak secara harmonis dan indah. Subhannallah!!! Namun, kesadaran masing-masinglah yang memanfaatkannya, maksudnya apakah semua ilmu di dunia ini dikuasai atau hanya ilmu tertentu saja. Menurut hemat penulis, apapun bentuk ilmu tersebut ilmu agama maupun ilmu umum (Al-bayan) wajib dituntut. Agar kehidupan dunia dan akhirat berjalan dengan seimbang.
“Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Itulah pepatah yang sering kita dengar. Pepatah ini menyiratkan makna betapa kuat dan pentingnya peran dan kedudukan guru di masyarakat. Bahkan di Jawa terminologi guru dimaknai sebagai sebuah akronim dari digugu yang berarti dipercaya atau selalu didengar ucapannya, dan ditiru yang diartikan dicontoh atau selalu menjadi panutan.
Dengan pemaknaan seperti itu, tidak saja menempatkan guru bukan saja sebagai seorang pengajar atau teaching dalam bahasa Inggris, namun lebih dari itu sebagai seorang pendidik. Profesi guru mendapatkan tempat tersendiri di tengah masyarakat. Guru memiliki peran yang strategis dalam proses pendidikan anak bangsa. Sehingga Orang yang menyandang profesi guru, memiliki strata sosial yang tinggi, karena menjadi guru merupakan cita-cita luhur.
Akan tetapi persepsi masyarakat terhadap guru yang mulia itu, hanya terjadi pada masa penjajahan dulu. Tetapi pada era pasca kemerdekaan kepercayaan masyarakat terhadap guru justru mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan tingkat kompetensi dan profesionalisme guru juga mengalami penurunan. Terlebih lagi ada kekuatan politik yang ikut memanfaatkan guru untuk kepentingan mereka. Selain itu pula kegagalan yang terjadi tersebut dikarenakan guru sendiri mengalami penurunan tingkat kompetensi dan profesionalisme sebagai pendidik.
Penurunan kualitas guru membawa dampak penurunan kualitas pendidikan nasional. Paradigma pendidikan yang hanya menekankan mengembangkan aspek kognitif semata. Serta pembinaan guru yang lebih mengedepankan pendekatan birokratis merupakan faktor yang menjadikan guru tidak kreatif. Sehingga, dalam hal ini guru tak ubahnya seorang bawahan yang harus menerima perintah atau komando.
Profesi guru adalah progesi mulia, profesi luhur yang patut kita berikan penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya. Lebih dari itu, sebagai seorang profesional, guru memiliki peran dan fungsi yang strategis untuk kemajuan bangsa. Satu harapan yang tak berlebihan. Pasalnya, memang di tangan gurulah membangun generasi penerus yang berkualitas, cerdas, beriman, berkepribadian, dan memiliki daya saing tinggi.
Apakah yang kita hadapi saat ini? Maka jawabnya, adalah krisis global pemikiran. Dalam artian kita menghadapi kemiskinan ilmu pengetahuan di masyarakat. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di pedesaan, pedalaman atau keterbelakangan dalam ekonomi, mereka menganggap pendidikan tidak begitu penting. Bagi mereka yang penting adalah memenuhi kebutuhan ekonomi untuk hidup. Bagaimanakah menghadapi kenyataan seperti itu, seandainya hal tersebut berada di depan mata kita. Memang masalah ekonomilah yang menghambat perkembangan pendidikan itu sendiri. Apakah tindakan kita sebagai masyarakat pemerhati pendidikan? Akankah kita memaksa mereka untuk bersekolah sedangkan paradigma mereka sendiri menganggap sekolah tidak begitu penting, walaupun sekarang pembayaran SPP sudah ditiadakan namun, bagaimana dengan buku-buku pelajaran. Walaupun juga tersedia perpustakaan, belum tentu pula sarana nya memadai dalam artian buku-buku yang tersedia kurang begitu lengkap. Belum lagi di tambah tenaga pendidik yang kurang begitu menguasai suatu bidang studi yang mereka ajarkan, akibatnya siswa bukan mendapatkan sesuatu yang mereka harapkan malah sebaliknya. Saatnya kita membuka mata atas problema-problema yang berada ditengah kita.
Terkait dengan masalah perekonomian yang menghambat pendidikan masyarakat terkadang berpikir, yang bias sekolah hanya orang-orang yang berduit saja. Walaupun orang yang kurang mampu memiliki kemampuan akademis yang bagus, banyak dari kalangan mereka yang mengurungkan niat untuk bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi hanya karena anggapan tersebut. Bahkan lebih fatalnya hal tersebut memang sering terjadi di sekitar kita dan memang terbukti adanya.
Sementara di era global seperti saat ini, perubahan itu telah mengantarkan pada masyarakat berpengetahuan (knowledge society), di mana peranan ilmu pengetahuan serta penggunaan teknologi dan informasi dan komunikasi akan dominan. Bagi Bangsa Indonesia hal menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya , fakta menunjukkan sebagian besar masyarakat Indonesia masih berciri agraris dan belum sepenuhnya mampu mengembangkan pesat dan menjadi penggerak utama perubahan masyarakat
Apapun bentuknya sebagai pemerhati pendidikan kita jangan memandang sebelah mata terhadap daerah-daerah yang belum memiliki prasarana yang lengkap, jangan hanya mengandalkan sekolah tertentu untuk dijadikan dasar dalam perkembangan pendidikan di suatu daerah. Sekolah yang terbelakang belum tentu tidak memiliki kualitas siswa yang handal. Akan tetapi tempat penyaluran bakat dan minta mereka kadang terbatas. Mereka lah yang perlu mendapatkan perhatian lebih, diharapkan pula pendidik bukan hanya memberikan ilmu yang bersangkutan dengan bidang studi yang diajarkan, melainkan juga harus memberikan motivasi, dan membuat mereka agar tidak jenuh dengan apa yang kita berikan. Motivasi yang diberikan berlaku untuk seluruh siswa agar satu sama lain agar tidak ada yang merasa mendapat perhatian yang lebih (pilih kasih), karena hal tersebut membuat perkembangan mental siswa yang kurang diperhatikan menjadi terganggu.